Quantity Surveyor (QS) adalah suatu profesi yang bisa dikatakan baru di dunia konstruksi di Indonesia, dibandingkan dengan profesi Arsitek, Perencana Struktur ( Insinyur ) ataupun Perencana Mekanikal dan Elektrikal. Profesi QS ini berasal dari daratan Inggris yang kemudian berkembang ke seluruh dunia .Quantity surveyor lebih dahulu dikenal oleh negara – negara Persemakmuran (Commonwealth) yang merupakan negara bekas koloni Inggris seperti Malaysia, Brunei, Darussalam, dan Singapura.Kemudian dalam perkembangaannya istilah QS berkembang di berbagai belahan dunia seperti Tiongkok, Arab Saudi, Jepang, dll.
Sejarah profesi QS di Inggris bermula dari kejadian yang dikenal dengan peristiwa besar di inggris yang bernama ‘The Great Fire of London’ di abad ke 17, dimana pada waktu itu terjadi kebakaran besar di London yang menghancurkan banyak bangunan, baik bangunan umum maupun bangunan pribadi. Setelah kebakaran tersebut terjadi dan pada saat perusahaan asuransi hendak membayar ganti rugi bangunan-bangunan yang terbakar tersebut, perusahaan tersebut menghadapi kesulitan dalam hal menilai ganti rugi yang harus diberikan. Di saat itu para Arsitek yang biasa membangun bangunan dimintakan bantuannya untuk membuat perkiraan nilai bangunan tersebut. Selanjutnya, dengan makin banyaknya permintaan akan penilaian bangunan tersebut makin banyak Arsitek yang mendalami keahlian ini, keahlian dalam hal penilaian bangunan. Perkembangan selanjutnya adalah, dengan makin banyaknya permintaan dari para Pemberi Tugas, dalam hal ini korban kebakaran tersebut untuk membangun kembali bangunannya yang rusak atau terbakar. Namun para korban atau para Pemberi Tugas tersebut menyaratkan untuk membuat perkiraan biayanya terlebih dulu sebelum pekerjaan dimulai. Dulunya masyarakat menyerahkan tugas ini kepada master builder atau arsitek.Dengan makin banyaknya permintaan mengenai perkiraan biaya ini, maka makin banyak pula Arsitek yang menekuni masalah-masalah biaya bangunan. Pada tahap selanjutnya para Arsitek yang lebih mendalami masalah biaya bangunan tersebut, merasa perlu untuk membakukan keahliannya dan pada akhirnya bahkan para Arsitek tersebut meninggalkan profesi aslinya sebagai perencana bangunan. Bahkan pada akhir abad ke 19 para Arsitek tersebut membentuk suatu organisasi sendiri dan mulai membuat suatu sistim pendidikan khusus mengenai hal perencanaan biaya bangunan, dengan tanpa melibatkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah teknis arsitektur. Hasil pendidikan tersebut kemudian berkembang dan dikenal sebagai profesi Quantity Surveying atau biasa dikenal dengan istilah QS.
Pada perkembangan selanjutnya profesi QS ini, di negara asalnya, ditampung atau berada di dalam suatu organisasi yang bernama ‘Royal Institution of Chartered Surveyor’ (RICS). QS mempunyai suatu divisi khusus di dalam RICS tersebut dan sampai sekarang menjadi yang divisi terbesar kedua setelah General Practise (GP). Organisasi ini mengatur anggotanya dalam menjalankan fungsinya sebagai QS baik yang bekerja dalam suatu perusahaan jasa konsultasi swasta atau di pemerintahan, kontraktor, pengembang maupun sebagai personil lepasan. Organisasi ini mengatur para anggotanya dengan membuat suatu persyaratan umum yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya, yaitu dengan mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti ujian dasar untuk bisa menjadi ‘Chartered Surveyor’ (CS) atau QS yang berlisensi. Dengan menjadi CS, seorang QS dapat membuka usaha jasa QS atas namanya sendiri ataupun seandainya mereka bekerja pada satu perusahaan jasa QS besar kemungkinan baginya menjadi Rekan/Partner dalam usaha tersebut.Di Indonesia profesi qs diwadahi dalam organisasi bernama “Ikatan Quantity Surveyor Indonesia” ( IQSI ).
Profesi QS berangkat dari adanya kebutuhan akan seorang yang mengkhususkan diri untuk menterjemahkan suatu perencanaan/desain para Perencana ke dalam suatu bentuk atau format lain yang dapat menunjukkan suatu parameter-parameter dari perencanaan tersebut agar dapat dievaluasi, diolah dan dibandingkan yang pada akhirnya dapat membuat suatu jembatan yang menghubungkan keinginan Pemberi Tugas (Client) dan perencanaan para Perencana. Jembatan tersebut adalah biaya atau yang lazim kita sebut anggaran (budget). Dengan keterbatasannya atau batasan dana Pemberi Tugas itulah para Perencana harus dapat mewujudkan keinginan Pemberi Tugas dan dengan ketrampilannya atau keahliannya QS harus menjembatani kedua kepentingan tersebut sehingga suatu perencanaan yang optimum dapat tercapai. Itulah sebabnya banyak Konsultan QS yang menjabarkan fungsinya sebagai ‘Construction Cost Consultant’ atau Konsultan Biaya Konstruksi.(QS) adalah suatu profesi yang boleh dikatakan baru di dunia konstruksi di Indonesia, dibandingkan dengan profesi Arsitek, Perencana Struktur ataupun Perencana Mekanikal dan Elektrikal.
Di Indonesia sendiri profesi QS ini masuk di awal dekade 70. Sebelumnya kalangan industri kontruksi Indonesia lebih menganal istilah seperti cost estimator, cost engineer, atau cost consultant.Kemudian globalisasi memperluas istilah baru yang berasal dari negara inggris dan persemakmurannya yaitu Quantity Surveyor. Pada awal perkembangannya tidak setiap proyek konstruksi memakai jasa QS baik di pihak kontraktor ataupun di pihak Pemberi Tugas ( owner ). Selaras dengan pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia, hingga pada dekade 80 jasa QS ini mulai banyak digunakan di proyek- proyek konstruksi di Indonesia paling utama di swasta. Pertumbuhan jasa QS ini banyak dipengaruhi oleh berubahnya metode pendekatan para Pemberi Tugas dalam menuntaskan ataupun melaksanakan proyek- proyeknya. Para Pemberi Tugas kian merasa butuh menghitung besarnya investasi yang wajib dikeluarkannya saat sebelum mengawali proyek- proyeknya. Perihal ini disebabkan, pada prinsipnya Pemberi Tugas wajib memperhitungkan pengeluaran- pengeluarannya ( a. l. buat bayaran memperoleh tanah, bayaran konstruksi, perijinan dll.) supaya tidak melebihi pemasukan yang hendak didapat dari proyek yang dibangunnya. Bila total pengeluaran ditambah keuntungan lebih kecil dari pemasukan yang hendak didapat hingga proyek tersebut bisa dikatakan secara komersil tidak layak. Perihal lain lagi yang membuat profesi tumbuh pada dekade ini merupakan dengan kian mengertinya para Pemberi Tugas hendak konsep‘ Value for Money’ dalam meningkatkan proyek- proyeknya.